Selasa, 27 November 2012

MORAL MODUL 2



MODUL 2
SYARAT FUNDAMENTAL UNTUK KEUTAMAAN
DAN JENIS-JENIS KEUTAMAAN
Dr. Dominkus Nong, Pr

PENDAHULUAN

Keutamaan atau kebajikan, sebagaimana anda sudah pelajari dalam modul 1, tidak secara otomatis bertumbuh-kembang dalam diri manusia sampai menjadi kualitas psikis dari manusia yang mempribadi dalam diri manusia sebagai bagian hakiki dari karakter manusia. Kebajikan dalam berbagai jenisnya perlu dengan sengaja ditumbuh-kembangkan oleh manusia sampai menjadi kebiasaan atau habitus pribadi manusia. Untuk itu dibutuhkan beberapa syarat fundamental yang mesti dipenuhi oleh setiap orang. Modul 2 ini akan memperlihatkan kepada anda 3 syarat fundamental sebagai conditio sine qua non yang memungkinkan perkembangan berbagai keutamaan dalam diri manusia dan juga bagaimana keutamaan diklasifikasikan.
Setelah mempelajari modul 2 ini, anda diharapkan mampu menjelaskan secara baik dan benar hal-hal beriku :
  1. Tiga syarat fundamental untuk kebajikan
  2. pembedaan keutamaan sesuai dengan jenisnya.
Supaya anda dapat dengan mudah mencapai tujuan di atas, modul 2 ini akan dikelola dalam 2 kegiatan belajar berikut ini
  1. Kegiatan Belajar 1 : Syarat Fundamental untuk Kebajikan.
  2. Kegiatan Belajar 2 : Jenis-jenis Kebajikan.

Untuk keberhasilan anda dalam mempelajari modul 2 ini, ikutilah semua petunjuk dengan cermat. Bacalah uraian beberapa kali, kerjakan latihan secara teratur dan bacalah rangkuman anda mengerjakan test formatif. Jika anda sungguh disiplin dalam mempelajari Modul 1 ini, anda pasti berhasil dan mampu menjadi mahasiswa yang mandiri.

Selamat belajar! Tuhan memberkati.



K E G I A T A N  B E L A J A R  1
Syarat Fundamental Untuk  Kebajkan


Anda tentu tahu apa artinya syarat fundamental. Syarat fundamental hendaknya kita pahami sebagai suatu ketentuan dasar atau sebagai suatu kondisi  mutlak (conditio sine qua non) yang harus ada dan harus dipenuhi agar apa yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Demikian juga halnya dengan keutamaan atau kebajikan yang mau ditumbuh-kembangkan dalam diri manusia. Ada ketentuan atau kondisi mutlak yang harus ada dan harus dipenuhi oleh setiap manusia supaya kebajikan-kebajikan dapat dengan mudah berkembang sampai menjadi sikap-sikap pribadi manusia dan menjadi kekuatan batin yang mampu mendorong manusia untuk melakukan perbuatan baik secara moral.
Kegiatan Belajar 1 ini akan menguraikan 3 syarat fundamental untuk kebajikan, yaitu:
  1. Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan.
  2. Cinta akan nilai moral.
  3. Pengendalian diri atau penguasaan hawa nafsu.
Setelah mnyelesaikan kegiatan belajar 1 ini, anda diharapkan mampu menjelaskan dengan baik dan benar masing-masing syarat fundamental tersebut dan mampu pula menunjukkan contoh-contoh konkrit. Sekarang, ikutilah uraian dari masing-masing syarat!

1. PENGETAHUAN AKAN NILAI MORAL DAN KEBIJAKSANAAN.

Ada suatu pengandaian yang perlu anda camkan dengan baik, yaitu : seorang manusia tidak dapat membuat suatu keputusan atau tidak dapat melakukan suatu tindakan melampaui pengetahuan. Manusia hanya bisa memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu sebatas pengetahuan. Demikian juga halnya dengan kebajikan. Seorang manusia tidak akan dapat mengembangkan kebajikan di dalam dirinya, jika ia tidak memiliki sedikit pengetahuan moral nilai moral. Suatu keputusan moral atau suatu tindakan moral selalu mengandaikan adanya pengetahuan akan nilai moral yang mau diwujudkan melalui keputusan atau tindakan moral tersebut. Pengandaian tersebut mau mengungkapkan kepada anda tentang pentingnya pengetahuan akan nilai moral sebagai syarat pertama/awal untuk penumbuh-kembangan kebajikan dalam diri manusia. Seorang manusia akan dapat menumbuh-kembangkan secara baik dan benar kejujuran, keadilan, kesetiaan, kesabaran, dsb., menjadi sikap-sikap pribadinya apabila dia memiliki sedikit pengetahuan tentang nilai-nilai moral tersebut. Walaupun secara moral perlu dicamkan bahwa setiap pelanggaran terhadap kebajikan-kebajikan tersebut akibat ketidaktahuan bukan merupakan kejahatan dalam arti yang sesungguhnya, karena ketika orang tidak memiliki pengetahuan maka dia juga tidak memiliki tanggungjawab. Akan tetapi ketiadaan pengetahuan tersebut harus dipandang sebagai suatu kekurangan serius yang patut disesalkan dan sedapat mungkin harus disembuhkan.
Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah: bagaimana pengetahuan akan nilai moral ini dapat dimiliki oleh seorang anak manusia? Pengetahuan akan nilai moral hanya bisa diperoleh manusia melalui pendidikan dan pembinaan yang harus terjadi sejak usia dini. Karena manusia pada usia dini adalah manusia yang masih polos, lugu dan peka terhadap setiap sentuhan (kata-kata dan contoh konkrit) yang membuat dia gampang menerima dan menyerap apa yang didengar dan dilihat. Pendidikan dan pembinaan nilai moral ini dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut.

1.1. Jalur Keluarga.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama. Orangtua, bapak dan mama, merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak. Posisi dan peran orangtua ini tidak bisa digantikan oleh siapapun, termasuk oleh nenek dan kakek sekalipun yang sangat menyayangi cucu-cucu mereka. Anda dapat membayangkan bagaimana terlantarnya pendidikan anak-anak yang ditinggalkan bapak dan mama. Orangtua dengan perhatian dan kasih-sayang khas bapak dan mama memelihara dan mendidik anak-anak mereka. Transfer pengetahuan akan nilai moral ke dalam diri anak-anak dilakukan oleh orangtua terjadi secara spontan tanpa jadwal yang direncanakan dari waktu ke waktu. Orangtua mentransfer pengetahuan akan nilai moral tersebut melalui cara-cara sederhana dan melalui peristiwa-peristiwa hidup keluarga setiap hari. Anak-anak menerima pengetahuan akan nilai moral melalui nasihat dan teguran dari orangtua, juga melalui contoh dan teladan hidup nyata dari orangtua. Kita menyebutkan banyak contoh dari pengalaman kita sendiri atau dari apa yang kita saksikan dalam hidup keluarga.

1.2. Jalur Sekolah.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal dengan guru-guru sebagai pendidiknya. Sekolah dan guru-guru tidak berfungsi menggantikan peran keluarga dan orangtua. Sekolah dan guru-guru hanya berperan membantu keluarga dan orangtua untuk lebih melengkapi anak-anak dengan berbagai ilmu pengetahuan, termasuk pengetahuan akan nilai-nilai moral. Sekolah dengan program pendidikan yang diatur secara sistematis-metodik mesti menyiapkan waktu secukupnya untuk pembinaan nilai-nilai moral demi pembentukan sikap-sikap bajik di dalam diri peserta diri. Kurangnya perhatian pada pendidikan nilai moral di komunitas sekolah akan berdampak signifikan pada kurangnya kehalusan budi dan kelembutan hati pada siswa-siswi. Di sini, dalam arti tertentu, kita dapat menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini: mengapa sekarang di sekolah-sekolah sering dengan mudah terjadi kekerasan?

1.3. Jalur Masyarakat.
Masyarakat merupakan lingkungan hidup sosial di mana anak-anak bermain dan bergaul serta belajar hidup bersama orang lain dari berbagai kalangan. Melalui pergaulan hidup bermasyarakat dan peristiwa-peristiwa hidup sosial, anak-anak sebenarnya menerima banyak pengetahuan praktis termasuk pengetahuan akan nilai-nilai moral sosial (persaudaraan, persahabatan, kerukunan, toleransi, solidaritas). Karena masyarakat adalah lumbung nilai-nilai moral sosial. Oleh karena itu masyarakat yang kaya akan nilai moral akan membuat anak-anak menjadi kaya akan nilai, tetapi sebaliknya juga masyarakat yang miskin akan nilai moral akan membuat anak-anak miskin akan nilai moral.

1.4. Jalur Gereja.
Gereja sebagai suatu persekutuan hidup orang beriman juga merupakan suatu lembaga pendidikan dan pembinaan keagamaan bagi anak-anak Allah. Gereja memiliki tanggungjawab untuk mendidik dan memperkaya anak-anak Allah dengan nilai-nilai moral-religius sehingga mereka benar-benar memiliki sikap-sikap hidup kristiani, terutama dalam hal kebenaran, keadilan, damai sejahtera, iman, harapan dan cintakasih. Tanggungjawab Gereja ini didasarkan pada tugas perutusan yang diberikan oleh Yesus Kristus dan sekaligus sebagai partisipasi pada tugas perutusan Kristus sendiri untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah dan menjadikan semua bangsa murid Kristus. Atas dasar tugas perutusan inilah, Gereja kemudian meyakini dirinya sebagai depositum fidei et rei moralis, deposito iman dan hal-hal moral. Gereja bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara kebenaran iman dan moral, mengembangkan iman dan moral sampai menghasilkan buah berlimpah, dan menafsirkan kebenaran iman dan moral secara otentik melalui magisterium ecclesiae. Di sinilah anda dapat menemukan dasar kuat bagi segala bentuk pembinaan dan pendamping pastoral yang dilakukan oleh Gereja untuk memperkaya anak-anak Allah dengan nilai-nilai moral-religius sejak usia dini.

Pengetahuan akan nilai-nilai moral dapat membantu seorang manusia mengembangkan kebajikan-kebajikan di dalam dirinya. Tetapi untuk perwujudan kebajikan-kebajikan dalam situasi konkrit hidup sangat dibutuhkan Kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan suatu kemampuan mental (akal budi) yang lahir dari pengetahuan yang benar dan terutamaan pengertian benar akan nilai moral yang dimiliki oleh manusia. Kebijaksanaan merupakan kemampuan untuk mengenal secara tepat tindakan yang harus diambil dan mencermati sarana-sarana secara tepat serta mempertimbangkan semua aspek yang perlu untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Kebijaksanaan membuat seorang manusia mampu mengembangkan secara baik kebajikan-kebajikan dan mengamalkan secara tepat kebajikan-kebajiakan itu dalam hidup nyata.
Dalam konteks keutamaan, kebijaksanaan juga merupakan keutmaan kardinal. Artinya kebijaksanaan menjadi keutamaan penghubung antara nilai moral dan kebajikan, antara keutamaan yang satu dengan keutamaan yang lain, dan antara suatu keutamaan dengan tindakan nyata sebagai perwujudan dari keutamaan tersebut. Karena itu kebijaksanaan juga bersama dengan pengetahuan akan nilai moral menjadi syarat fundamental awal untuk kebajikan.

2. CINTA AKAN NILAI MORAL

Perlu anda pahami bahwa pengetahuan akan nilai moral merupakan sesuatu yang konseptual dan abstrak. Pengetahuan akan nilai moral saja belum cukup untuk pengembangan kebajikan apalagi sampai mempribadi dalam diri manusia. Karena pengetahuan dan pengertian bahwa nilai-nilai moral itu baik dan berguna belum mampu membangkitkan gairah personal untuk menghayati dan mewujudkan kebajikan.

Pengetahuan akan nilai moral harus dilengkapi dengan cinta akan nilai moral. Pengetahuan abstrak akan nilai moral harus diresapkan sedemikian rupa ke dalam batin manusia menjadi pengetahuan eksistensiil, supaya dapat dirasakan secara mendalam dan dikasihi secara sungguh-sungguh apabila kita mau mengembangkan kebajikan sampai menjadi sikap pribadi di dalam diri kita. Cinta akan nilai moral menjadi syarat mutlak untuk kebajikan yang melengkapi dan sungguh memberi daya pada nilai moral yang sudah diketahui manusia. Cinta yang aktif terhadap nilai moral lebih menentukan pertumbuh-kembangan kebajikan daripada pemahaman yang jelas akan kebaikan dan manfaat dari nilai moral. Sebagai contoh: seorang petani sederhana dengan kemampuan pemahaman yang sederhana, namun memiliki cinta yang mendalam terhadap nilai moral (cinta akan etos kerja), terhadap Allah dan kebaikanNya, bahkan memiliki kebajikan kekudusan. Karena pengetahuan teoretis yang lengkap tentang nilai moral belum tentu menjamin kehidupan pribadi penuh kebajikan.
Cinta akan nilai moral tidak tumbuh secara otomatis dalam diri manusia. Cinta akan nilai moral harus diusahakan oleh manusia. Bagaimana caranya manusia dapat memiliki cinta akan nilai moral? Uraian berikut ini akan membantu anda memahami cara-cara yang dapat dipakai untuk menanamkan cinta akan nilai moral di dalam diri.

2.1. Pendalaman akan nilai moral dan pelaksanaan setia dari pilihan eksistensiil yang benar.
Nilai moral yang ada sebagai pengetahuan abstrak-teoretis perlu direnungkan dan didalami terus-menerus oleh manusia melalui refleksi dan konfrontasi dengan diri sendiri. Dengan demikian nilai moral itu dapat meresap ke dalam batin manusia dan terintegrasi dengan seluruh pribadi manusia. Karena semakin nilai moral didalami akan semakin dirasakan makna dan manfaatnya bagi diri. Hal itu akan membangkitkan gairah pribadi untuk mencintai dan memiliki nilai moral tersebut. Gairah pribadi mencintai nilai moral juga dapat dimiliki oleh manusia apabila manusia dengan tekun dan setia mewujudkan pilihan eksistensiil yang benar. Tentang pilihan eksistensiil ini sudah anda pelajari dalam modul 1 kegiatan belajar 2 mengenai pilihan dasar (optio fundamentalis) dan pilihan khusus (optio particuaris) dari manusia yang memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai moral yang menyata dalam sikap bajik manusia. Manusia yang dengan setia mengarahkan dirinya kepada tujuan hidup “menjadi manusia yang baik” dan dengan tekun berjuang mewujudkannya melalui panggilan-panggilan khusus akan semakin berkembang dalam cinta akan nilai moral.

2.2. Pengalaman nyata akan keindahan.
Dalam hidup manusia sering mengalami hal-hal yang indah dan mempesona, baik dalam pribadi manusia maupun dalam alam lingkungan hidup (pemandangan alam yang indah, bunga mawar yang indah). Keindahan lahiriah yang mempesona selalu membuat manusia tertarik untuk mendekati, menyentuh, merasakan dan bahkan memiliki. Walaupun keindahan lahiriah bukan merupakan nilai moral, tetapi manusia dapat menemukan dan mengalami di balik keindahan itu nilai-nilai moral dan belajar mencintainya. Dari ketertarikan akan keindahan lahiriah manusia dapat menemukan dan mengalami indahnya nilai moral di dalam diri manusia. Dari pengalaman akan keindahan superfisial manusia bisa sampai pada keindahan yang sejati (inner beauty) yang ada di dalam batin manusia dan bahkan di dalam Allah sendiri. Pengalaman tersebut akan menggerakkan manusia untuk lebih mencintai nilai moral dan menghayatinya sebagai sikap pribadinya serta mewujudkannya dalam perbuatan baik. Walaupun demikian, kita mesti tetap berhati-hati terhadap setiap pengalaman akan keindahan lahiriah. Karena tidak semua yang nampaknya indah itu baik, tetapi semua yang baik pasti indah.

2.3. Identifikasi diri dengan pribadi ideal.
Manusia yang hidup akan selalu berusaha menemukan jati dirinya. Secara khusus pada usia kanak-kanak dan remaja, manusia berusaha menemukan jati dirinya melalui identifikasi diri dengan pribadi-pribadi ideal yang dipandang memiliki kelebihan dan keistimewaan pribadi, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Ada banyak tokoh ideal yang dapat dijumpai melalui literatur, teater, film, olahraga, dsb. Ketertarikan dan keterpesonaan akan tokoh ideal tersebut mampu membuat seseorang terobsesi dan berusaha meniru untuk menyerupai pribadi dimaksud dalam penampilan lahiriah, gaya bicara, gaya hidup dan sikap pribadi. Akan tetapi tidak banyak orang dapat dijadikan sebagai tokoh ideal secara moral. Bagi kita orang kristiani hanya ada satu pribadi yang dapat dijadikan tokoh ideal sejati, yaitu Yesus Kristus. Karena Yesus Kristus adalah manusia yang sempurna secara moral. Dia adalah manusia yang tidak berdosa. Di dalam pribadi Kristus ada keutuhan cinta akan nilai-nilai moral yang mewujud dalam sikap-sikap pribadiNya dan terungkap secara nyata dalam perbuatan-perbuatanNya di hadapan Allah dan manusia. Yesus Kristus tidak hanya mengajarkan nilai-nilai moral, melainkan terutama Dia hayati dan amalkan secara sempurna dengan mengorbankan diri dan menyerahkan nyawaNya demi ketaatanNya kepada kehendak Bapa dan demi cintaNya kepada para sahabatNya. Yesus Kristus inilah yang memanggil manusia untuk mengikuti diriNya, “mari, ikutlah Aku!” dan mengajar sekaligus mengajak manusia untuk dengan tekun melaksanakan firman Tuhan demi mencapai kebaikan sejati dan kekudusan hidup. Setiap orang kristen memiliki kewajiban moril untuk dengan setia mengikuti pribadi Kristus dan meniru teladan hidupNya sampai menjadi tiruan Kristus (imitatio Christi). Dengan demikian setiap orang kristen akan semakin mencintai nilai moral, menghayatinya dan mengamalkannya dalam hidup.




3. PENGENDALIAN DIRI ATAU PENGUASAAN HAWA NAFSU.

Dari penjelasan di atas, anda sudah bisa melihat dan memahami bahwa pengetahuan dan cinta akan nilai moral tentu menjadi syarat mutlak untuk pengembangan kebajikan dalam diri manusia. Namun pengembangan kebajikan dan perwujudannya dalam tindakan manusia dapat terhalang oleh hawa nafsu yang tidak cukup terkontrol. Bahkan hawa nafsu tersebut dapat menghimpit dan mematikan sikap-sikap bajik yang lahir dari nilai-nilai moral. Karena itu kebajikan selalu mengandaikan penguasaan  atas hawa nafsu.    
Setiap orang dalam dirinya memiliki hawa nafsu (nafsu hidup, nafsu makan, nafsu seksual, nafsu kuasa, nafsu harta, dsb). Anda sendiri juga mengetahui dan mengalami bagaimana hawa nafsu itu bergejolak di dalam diri. Kita pun dapat bertanya: apa sebenarnya hawa nafsu dan mengapa hawa nafsu harus dikendalikan? Hawa nafsu pada hakekatnya merupakan suatu inklinasi atau kecenderungan kodrati dalam diri manusia yang muncul dalam bentuk keinginan-keinginan naluriah yang berdaya besar mempengaruhi manusia dan mendorong manusia untuk mewujudkannya. Hawa nafsu ada dalam diri manusia sebagai sesuatu yang wajar, yang membuat manusia bisa bergairah dan bersemangat untuk hidup dan melakukan berbagai hal. Manusia tidak bisa hidup tanpa hawa nafsu. Walaupun demikian, perlu diingat bahwa hawa nafsu sering bekerja dalam diri manusia secara instinktif dan mampu mempengaruhi kesadaran manusia sedemikian rupa hingga mewujudkannya melampaui batas-batas kewajaran. Tidak jarang terjadi bahwa manusia bisa dikuasai oleh hawa nafsu dan bertindak seturut hawa nafsunya saja. Dan kalau demikian, manusia akan merusak kebaikan dan mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Nafsu makan yang berlebihan akan mendorong manusia untuk makan juga jata orang lain; nafsu kuasa yang berlebihan akan mendorong manusia untuk bertindak sewenang-wenang; nafsu seksual yang berlebihan akan membuat orang menjadi sex maniak. Karena itu hawa nafsu perlu dikendalikan oleh pikiran yang jernih dan hati nurani yang murni supaya perwujudan hawa nafsu selalu terjadi pada batas-batas yang wajar.
Pengendalian diri atau penguasaan hawa nafsu adalah hal yang mutlak perlu dalam mengembangkan kebajikan dan mewujudkan kebajikan dalam perbuatan baik. Akan tetapi bagaimana caranya manusia dapat menguasai hawa nafsunya? Penguasaan atas hawa nafsu pada prinsipnya dapat diperoleh manusia melalui latihan berulang-ulang dan perjuangan terus-menerus mengendalikan dorongan nafsu dalam diri sendiri. Untuk itu dibutuhkan pendidikan yang harus dimulai sejak usia dini. Di sini menjadi sangat penting peranan orangtua mengajar anak-anak dalam hal pengendalian diri. Orangtua perlu memberi contoh dan teladan penguasaan hawa nafsu kepada anak-anak mereka, apabila orangtua hidup hemat dan sederhana, sopan dan tahu berterimakasih, adil dan solider, rendah hati dan taqwa. Orangtua perlu memilah-milah dengan baik keinginan-keinginan anak-anak dan tidak harus meladeni setiap keinginan anak-anak mereka. Dari orangtua anak-anak dapat belajar dan melatih diri untuk mengekang hawa nafsu dan membatasi pemenuhan berbagai keinginan mereka. Dengan demikian anak-anak akan lebih mudah bertumbuh dalam sikap bajik dan boleh memiliki kebiasaan hemat dan sederhana, sopan dan tahu berterimakasih, adil dan solider, rendah hati dan taqwa, dsb.

LATIHAN
            Setelah anda membaca dan mempelajari dengan sungguh-sungguh materi di atas, sekarang anda mendapat tugas untuk mengerjakan soal-soal latihan berikut ini. Tapi sebelum mengerjakannya, bacalah dengan teliti pertanyaan- pertanyaan atau suruhan-suruhan yang diberikan.

  1. Jelaskan secara singkat dan padat tentang pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan sebagai syarat fundamental untuk kebajikan!
  2. Jelaskan secara singkat dan padat tentang cinta akan nilai moral sebagai syarat fundamental untuk kebajikan!
  3. Jelaskan secara singkat dan padat tentang pengendalian diri atau penguasaan hawa nafsu sebagai syarat fundamental untuk kebajikan!

RANGKUMAN

 Dari apa yang sudah pelajari dalam kegiatan belajar 1 ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting berkenaan dengan syarat fundamental untuk kebajikan. Pengembangan kebajikan dalam diri seorang manusia hanya mungkin terjadi dengan baik apabila terpenuhinya tiga syarat fundamental di dalam diri manusia, yaitu: pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan, cinta akan nilai moral, dan pengendalian atau penguasaan hawa nafsu.
Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan menjadi syarat pertama/awal yang harus dipenuhi walaupun secara minimal. Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan hanya bisa didapatkan seorang manusia melalui pendidikan dan pembinaan sejak usia dini melalui jalur keluarga, sekolah, masyarakat dan Gereja. Dari semua jalur tersebut, kita harus menempatkan pendidikan keluarga sebagai jalur pertama dan utama yang tidak mungkin bisa digantikan oleh jalur-jalur lain. Ketiga jalur lainnya hanya berfungsi sebagai bantuan yang melengkapi dan memperkaya apa yang sudah terjadi melalui jalur keluarga melalui jalur-jalur ini anak-anak menimbah pengetahuan akan nilai moral dan belajar menjadi bijaksana dalam hidup.
Cinta akan nilai moral merupakan syarat fundamental berikutnya yang jauh jauh lebih penting daripada syarat pertama. Cinta akan nilai moral akan membuat pengetahuan yang abstrak-teoretis menjadi pengetahuan yang eksistensiil dan integral di dalam diri seorang manusia sehingga nilai moral sunguh dapat dirasakan sebagai hal yang benar-benar baik dan berdaya menggairahkan seluruh diri manusia dalam mengembangkan kebajikan sampai menjadi sikap pribadi seorang manusia. Cinta akan nilai moral hanya bisa dimiliki oleh manusia apabila manusia sering mendalami nilai moral dan mewujudkan dengan tekun dan setia pilihan eksistensiilnya, mengalami keindahan dan menemukan nilai moral sebagai inner beauty di balik keindahan lahiriah, dan mengindentifikasikan diri dengan pribadi ideal (terutama dengan pribadi Kristus sebagai tokoh moral paling ideal yang patut diteladani dan ditiru).
Pengendalian atau penguasaan hawa nafsu menjadi syarat mutlak ketiga yang amat diperlukan apabila manusia mau sungguh-sungguh berkembang dalam kebajikan dan teristimewa apabila manusia mau menghayati dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya kebajikan dalam perbuatan-perbuatan baik. Pengendalian atau penguasaan hawa nafsu tidak dapat dimiliki secara otomatis oleh seorang manusia, tetapi harus dengan sengaja diusahakan melalui pendidikan dan latihan yang terus-menerus sejak usia dini. Dalam hal ini orangtua memainkan peranan teramat penting terutama dengan memberi contoh konkrit berkenaan dengan pengendalian/penguasaan hawa nafsu.
Ketiga syarat fundamental tersebut tidak bisa dilepas-pisahkan satu dari yang lain. Ketiga-tiganya harus ada bersama-sama di dalam diri manusia, saling mendukung dan melengkapi satu sama lain sebagai conditio sine qua non bagi pengembangan, penghayatan dan pengamalan kebajikan.

TES FORMATIF 1
            Dengan mempelajari materi yang disajikan di atas dan membaca rangkumannya secara cermat, sekarang anda dipersilahkan mengerjakan soal-soal tes formatif dengan maksud untuk mengetahui tingkat penguasaan anda atas materi yang sudah dipelajari. Namun, sebelum anda mengerjakannya, bacalah dengan teliti pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan yang diberikan.
Buatlah lingkaran pada jawaban yang anda pandang sebagai jawaban yang paling benar!
  1. Ada tiga syarat dasariah yang mutlak perlu untuk penumbuh-kembangan kebajikan dalam diri manusia. Inilah tiga syarat itu, kecuali:
A.    Penguasaan hawa nafsu
B.     Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan
C.     Penguasaan hati nurani
D.    Cinta akan nilai moral
  1. Pengetahuan akan nilai moral hanya bisa diperoleh melalui:
A.    Kesadaran dan tanggungjawab moral sejak dini
B.     Pembelajaran teologi moral sejak dini
C.     Pendidikan dan Pembinaan nilai moral sejak dini
D.    Pendampingan pastoral kategorial
  1. Berikut ini adalah mereka yang bukan pendidik pertama dan utama, kecuali:
A.    Guru kepala dan guru kelas
B.     Orangtua
C.     Pastor Paroki dan Katekis
D.    Wali kelas dan guru BK
  1. Gereja memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan nilai moral, karena:
A.    Gereja sebagai depositum fidei et rei mortulis
B.     Gereja sebagai depositum fidelis et rei moralis
C.     Gereja sebagai depositum fidei et rei mortalis
D.    Gereja sebagai depositum fidei et rei moralis
  1. Cinta akan nilai moral hanya mungkin diperoleh manusia melalui cara-cara berikut, kecuali:
A.    Pendalaman akan nilai moral
B.     Penanaman dan pengembangan nilai moral
C.     Pengalaman aka keindahan
D.    Identifikasi diri dengan pribadi ideal
  1. Yesus Kristus adalah tokoh yang paling layak diteladani oleh orang Kristen dalam mencintai nilai moral, karena:
A.    Yesus Kristus mengajarkan moral cintakasih
B.     Yesus Kristus telah mati dan bangkit
C.     Yesus Kristus taat penuh kepada kehendak Allah Bapa
D.    Yesus adalah pribadi yang sempurna secara moral
  1. Pengendalian diri Nampak nyata dalam hal-hal berikut, kecuali:
A.    Tidak cepat marah walaupun sedang emosi
B.     Makan dari hasil keringat sendiri
C.     Melampiaskan emosi karena membuat hati lega
D.    Tidak minum alkohol sampai mabuk

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif yang terdpat di akhir modul ini. hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar tersebut.

Rumus :
                                                            TP = JJB  x 100%
                                                                      JTF
Keterangan :
1.      JJB = Jumlah jawaban Anda yang benar
2.      JTF = Jumlah soal Tes Formatif
3.      TP = Tingkat Penguasaan

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
·         90% - 100%       = baik sekali
·         80% - 89%         = baik
·         70% - 79%        = cukup
·         - 60%                           = kurang

            Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 %  ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar berikut. Bagus! Tetapi jika nilai Anda di bawah 80% Anda harus mengulangi kembali kegiatan belajar 1 terutama bagian yang belum Anda kuasai.








K E G I A T A N  B E L A JA R  2
Jenis-Jenis Kebajikan

Anda tentu bisa membuat daftar panjang dari kebajikan-kebajikan yang anda kenal, baik dari diri anda sendiri maupun dari orang lain. Dari sekian banyak kebajikan yang anda tahu, sebenarnya hanya ada satu kebajikan dasar/utama yang merangkum semua kebajikan lain. Akan tetapi karena setiap kebajikan memiliki kekhasan sendiri yang bersumber pada obyeknya, maka kebajikan-kebajikan itu perlu dibeda-bedakan dan dibuat klasifikasinya. Kegiatan Belajar 2 ini akan menguraikan dua hal berikut :
  1. Cinta sebagai Kebajikan Dasar/Utama
  2. Jenis-Jenis Kebajikan

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar 2 ini, anda diharapkan mampu menjelaskan kebajikan cinta sebagai kebajikan dasar/utama yang merangkum semua kebajikan lain dan mampu pula mengidentifikasi kebajikan-kebajikan secara benar sesuai dengan klasifikasinya.

1. CINTAKASIH SEBAGAI KEBAJIKAN DASAR

Anda mungkin sudah mengetahui berbagai macam sistem etika yang dianut oleh bangsa-bangsa dan agama-agama. Ada suatu kesamaan yang dimiliki oleh semua sistem etika, yaitu pengakuan akan adanya satu kebajikan sebagai kebajikan dasar atau kebajikan utama yang merangkum semua kebajikan lainnya. Barangsiapa memiliki kebajikan dasar tersebut secara sempurna sudah pasti memiliki juga kebajikan-kebajikan yang lain.

Ada beberapa pendapat yang berbeda.Filsuf Yunani kuno, Socrates, mengatakan bahwa pengetahuan atau kebijaksanaan adalah kebajikan utama. Sementara Aristoteles melihat kecerdikan sebagai kebajikan utama. St. Agustinus mengajarkan bahwa cinta kepada Allah adalah ratu segala kebajikan. St. Thomas Aquinas  menempatkan kebijaksanaan sebagai puncak dari keutamaan kodrati, dan cinta sebagai mahkota dari kebajikan teologal. Lain lagi dengan Imanuel Kant yang memandang cita rasa kewajiban universal sebagai sikap moral paling fundamental.
Bagaimana pandangan etika kristiani? Sistem etika kristiani, berdasarkan Kitab Suci dan ajaran para pujangga Gereja, selalu memberi tempat  penting dan terhormat bagi keutamaan Kebijaksanaan sebagai kebajikan kardinal. Walau demikian, keutamaan kebijaksanaan tidak pernah dipandang sebagai kebajikan dasar. Etika kristiani justru sangat menekankan dan selalu menggarisbawahi cintakasih atau caritas sebagai kebajikan fundamental dan universal yang di dalamnya terangkum semua kebajikan lainnya.
Cinta sebagai kebajikan dasar/fundamental dengan sangat jelas diajarkan oleh Yesus Kristus, bahkan ditegaskanNya sebagai perintah utama bagi semua orang, teristimewa bagi para pengikutNya. Yesus secara eksplisit mengungkapkan bahwa perintah cinta ini merangkum seluruh hukum taurat dan kitab para Nabi (Bdk. Mat 22: 34 – 40 dan Yoh 13:34-35). St. Paulus menyebut kasih sebagai kebajikan paling besar dan merincinya dalam berbagai kebajikan sebagai perwujudan kasih (Bdk. 1Kor 13). Sementara Konsili Vatikan II menegaskan kembali ajaran alkitabiah ini dalan konstitusi dogmatis Lumen Gentium: “karunia yang pertama dan paling perlu yakni cintakasih, yang membuat kita mencintai Allah melampaui segalanya dan mengasihi sesama demi Dia” (LG 42).
Berdasarkan ajaran alkitabiah dan ajaran Gereja di atas, dapat dikatakan bahwa sistem etika kristiani terfokus pada satu nilai utama dan  satu kebajikan dasar yang sama, yaitu cintakasih. Cintakasih sebagai kebajikan fundamental, di satu sisi mencakup semua kebajikan lain, tapi juga serentak pada sisi lain  memberi tempat yang wajar .bagi semua kebajikan lain dalam diri pribadi manusia. Dengan memberi prioritas pada kebajikan cintakasih, etika kristiani sebenarnya mau menghindarkan manusia dari kecenderungan untuk membuat penekanan yang berat sebelah terhadap satu atau beberapa kebajikan saja dan mengabaikan kebajikan-kebajikan lainnya. Misalnya penekanan berlebihan pada kebajikan ketaatan sampai terjadi ketaatan buta; atau penekanan berlebihan pada keadilan sampai terjadi fanatisme keadilan (menuntut hak secara berlebihan). Etika kristiani selanjutnya ingin menegaskan kepada kita bahwa semua kebajikan lain sesungguhnya bersumber dan sekaligus bermuara pada cintakasih demi kemuliaan Allah dan keselamatan semua manusia.
Kebajikan cintakasih dapat menjadi sempurna di dalam diri seorang manusia hanya apabila di dalam diri manusia yang sama terdapat kelengkapan semua kebajikan lain. Kasih menjadi sempurna di dalam diri seseorang tidak hanya oleh ketaatan dan keadilan saja, tetapi juga oleh kejujuran, ketulusan, kemurnian, kesabaran, ketabahan, ketekunan, kerendahan hati, kerukunan, kedamaian, belaskasih, dsb. Kesempurnaan kebajikan kasih bukanlah sebuah mimpi hampa (utopia) bagi setiap manusia. Karena Yesus Kristus sendiri sebagai manusia sudah membuktikannya secara nyata dalam seluruh hidupNya, terutama dengan tindakanNya yang terakhir “mengorbankan diri dan menyerah nyawa demi cintaNya kepada Allah dan manusia”. Setiap manusia yang benar-benar meneladani Kristus pasti akan bisa memiliki dan mewujudkan kebajikan cintakasih secara sempurna. Walaupun demikian, harus tetap kita sadari kenyataan ini, yaitu sering manusia gagal dalam upaya memiliki dan mewujudkan kebajikan kasih secara sempurna oleh karena kelemahan dan keterbatasan manusiawi dalam beberapa aspek pribadi manusia, baik fisik maupun psikis. Banyak contoh dapat kita angkat dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain, terutama ketika kita gagal mengendalikan hawa nafsu yang terus bergejolak di dalam diri kita. Karena begitu kuatnya dorongan hawa nafsu dalam diri, maka kita sering tidak terfokus benar-benar pada perwujudan pilihan eksistensiil kita (pilihan dasar dan pilihan khusus), malah sebaliknya kita lebih terarah pada sikap dan tindakan yang bertentangan dengan kebajikan kasih dan kebajikan-kebajikan lainnya. Tidak jarang kita tergoda untuk memanfaatkan kebajikan-kebajikan hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan egoistis yang berkaitan dengan kenikmatan badaniah, kekuasaan dan kekayaan serta popularitas diri.

2. JENIS-JENIS KEBAJIKAN.

Anda baru saja mempelajari cintakasih sebagai satu kebajikan dasar yang menjadi sumber dan muara bagi semua kebajikan lainya. Hal ini sebenarnya mau menunjukkan kepada anda bahwa dalam diri manusia ada banyak kebajikan. Dan di antara kebajikan-kebajikan itu ada kaitan erat satu sama lain dan bahkan semuanya menyatu dalam kebajikan cintakasih. Adanya banyak kebajikan itu dikarenakan oleh kekhasan pada asal dan obyek dari masing-masing kebajikan. Akan tetapi sekian banyak kebajikan ini sesungguhnya dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok besar menurut asal dan obyek dari kebajikan. Selanjutnya kita akan membahas secara rinci pengelompokan kebajikan tersebut.

2.1. Pembagian kebajikan menurut asalnya.

Menurut asal atau sumbernya, kebajikan-kebajikan digolongkan dalam 2 jenis, yaitu : kebajikan kodrati dan kebajikan adikodrati.
Kebajikan kodrati adalah semua kebajikan yang diperoleh manusia dari usaha dan aktivitas hidupnya sebagai manusia dalam relasi atau interaksi dengan diri sendiri, sesama dan lingkungan hidupnya.
Kebajikan adikodrati adalah semua kebajikan yang diperoleh manusia bukan dari usaha dan aktivitas pribadinya melainkan dari anugerah yang diberikan oleh Allah. Kebajikan adikodrati bukanlah hasil perjuangan manusia, melainkan suatu pemberian atau anugerah cuma-cuma dari Allah untuk manusia.

2.2. Pembagian kebajikan menurut obyeknya.

Kebajikan menurut obyeknya sebenarnya berkaitan erat pembagian kebajikan menurut asalnya. Berdasarkan obyeknya kebajikan dibagi dalam 2 jenis, yaitu : kebajikan moral dan kebajikan teologal.
Kebajikan moral adalah semua kebajikan kodrati yang obyek langsungnya ialah manusia dan lingkungan hidupnya. Kebajikan moral dalam realitasnya berkaitan dengan kebiasaan mental dan kebiasaan batin. Kebajikan yang berhubungan dengan kebiasaan mental sering dinamakan kebajikan intelektuil, seperti kecerdasan dan kebijaksanaan. Sedangkan kebajikan yang berhubungan dengan kebiasaan batin dinamakan kebajikan moral, seperti keadilan, kejujuran, ketataan, kesetiaan, kerendahan hati, kemurahan hati, ketulusan, kemurnian, belaskasih, dsb. Antara kebajikan moral dan kebajikan intelektuil ada hubungan yang erat. Perwujudan setiap kebajikan moral secara baik dan benar selalu membutuhkan kebajikan intelektuil. Misalnya: kebajikan keadilan akan diwujudkan dengan baik dan benar oleh seorang manusia terhadap sesama dan lingkungan hidupnya apabila dia sungguh memiliki kebajikan kebijkasanaan.

Kebajikan teologal adalah semua kebajikan adikodrati yang obyek langsungnya ialah Allah sendiri dan bukan manusia. Disebut kebajikan teologal karena Allah sebagai obyek langsungnya, dicurahkan oleh Allah dan dikenal hanya melalui revelasi ilahi. Kebajikan teologal merupakan landasan bagi aktivitas moral kristiani, menjiwai dan memberi kharakter khusus pada tindakan moral kristiani. Kebajikan teologal meneguhkan dan memberi daya hidup pada kebajikan-kebajikan moral. Kebajikan teologal dicurahkan ke dalam jiwa manusia untuk memampukan mereka bertindak sebagai anak-anak Allah dan memperoleh hidup abadi. Ada tiga kebajikan teologal, yaitu: iman, harap dan kasih.

LATIHAN
            Setelah anda membaca dan mempelajari dengan sungguh-sungguh materi di atas, sekarang anda mendapat tugas untuk mengerjakan soal-soal latihan berikut ini. Tapi sebelum mengerjakannya, bacalah dengan teliti pertanyaan- pertanyaan atau suruhan-suruhan yang diberikan.

  1. Jelaskan secara singkat dan padat tentang cintakasih sebagai kebajikan dasar!
  2. Jelaskan secara singkat dan padat tentang pembagian kebajikan menurut asal atau sumbernya!
  3. Jelaskan secara singkat dan padat tentan kebajikan menurut obyeknya!

RANGKUMAN
Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa hal penting sehubungan dengan pembagian kebajikan.
Pertama, ada banyak kebajikan yang dapat dikembangkan dan dimiliki oleh setiap manusia sebagai kebiasaan dan kekuatan pribadi manusia untuk bisa bertindak baik dan benar secara moral. Di antara sekian banyak kebajikan, ada satu kebajikan dasar yang merangkum semua kebajikan lain, yaitu : kebajikan cintakasih. Jika seorang manusia memiliki cintakasih secara sempurna, maka dia juga memiliki semua kebajikan lainnya. Kebajikan-kebajikan lain adalah cerminan dan perwujudan konkrit dari kebajikan cintakasih.
Kedua, sekian banyak kebajikan yang dapat dimiliki oleh manusia sebenarnya dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok besar kebajikan sesuai dengan asalnya dan obyeknya. Kelompok yang satu, sesuai asalnya, disebut kebajikan kodrati karena dihasilkan dari usaha dan aktivitas manusia, yang menurut obeyknya dinamakan kebajikan moral karena obyek langsungnya pada manusia dan lingkungan hidupnya. Sedangkan kelompok yang lain, sesuai asalnya disebut kebajikan adikodrati karena diperoleh dari anugerah Allah, yang menurut obyeknya dinamakan kebajikan teologal karena obyek langsungnya adalah Allah sendiri.
Ketiga, dengan memiliki kedua jenis kebajikan tersebut sebenarnya kita sudah memiliki kekuatan mental-batiniah yang memampukan kita untuk selalu bertindak baik dan benar terhadap Allah, sesama dan lingkungan hidup kita.

TES FORMATIF
            Dengan mempelajari materi yang disajikan di atas dan membaca rangkumannya secara cermat, sekarang anda dipersilahkan mengerjakan soal-soal tes formatif dengan maksud untuk mengetahui tingkat penguasaan anda atas materi yang sudah dipelajari. Namun, sebelum anda mengerjakannya, bacalah dengan teliti pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan yang diberikan.
Buatlah lingkaran pada jawaban yang anda pandang sebagai jawaban yang paling benar!
  1. Menurut Socrates, satu kebajikan yang paling utama dan mendasar adalah:
A.    Cintakasih
B.     Kebijaksanaan
C.     Keadilan
D.    Iman
  1. Menurut Aristoteles, satu kebajikan yang paling utama dan mendasar adalah:
A.    Kepintaran
B.     Kepandaian
C.     Kebijaksanaan
D.    Kecerdikan
  1. Menurut etika kristiani, cintakasih merupakan kebajikan yang paling utama, karena:
A.    Cintakasih adalah perintah utama dari Yesus Tuhan kita
B.     Cintakasih tidak mengenal batas suku, bahasa dan agama
C.     Cintakasih merangkum semua kebajikan lain
D.    Cintakasih adalah kebajikan teologal yang paling besar
  1. Kebajikan kodrati adalah kebajikan yang diperoleh manusia dari:
A.    Pendidikan nilai moral dalam keluarga da sekolah
B.     Aktivitas hidup manusia dalam relasinya dengan sesama ciptaan
C.     Program kerja yang mantap
D.    Iman yang teguh akan Allah.
  1. Yang tidak termasuk dalam kebajikan moral adalah:
A.    Kesalehan
B.     Pengharapan
C.     Kejujuran
D.    Kesetiaan
  1. Kebajikan adikodrati adalah kebajikan yang diperoleh manusia dari:
A.    Anugerah rahmat Allah
B.     Cintakasih yang sempurna kepada Allah
C.     Kesetiaan manusia kepada Allah
D.    Ketaatan kepada kehendak Allah
  1. Obyek paling pertama dan utama dari kebajikan teologal adalah
A.    Perintah-perintah Allah
B.      Allah
C.     Allah dan sesama
D.    Segala sesuatu

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif yang terdpat di akhir modul ini. hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar tersebut.

Rumus :
                                                            TP = JJB  x 100%
                                                                      JTF
Keterangan :
4.      JJB = Jumlah jawaban Anda yang benar
5.      JTF = Jumlah soal Tes Formatif
6.      TP = Tingkat Penguasaan

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
·         90% - 100%       = baik sekali
·         80% - 89%         = baik
·         70% - 79%        = cukup
·         - 60%                           = kurang

            Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 %  ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan pada modul berikut. Bagus! Tetapi jika nilai Anda di bawah 80% Anda harus mengulangi kembali kegiatan belajar 2 terutama bagian yang belum Anda kuasai.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

            Tes formatif 1                         Tes formatif 2
1.      C                                      1.       B
2.      C                                      2.       D
3.      B                                      3.       C
4.      D                                      4.       B
5.      B                                      5.       B
6.      D                                      6.       A
7.      C                                      7.       B


DAFTAR PUSTAKA

Aubert, Jean-Marie (1991) terj, Compendio Morale Cattolica, Milano: Edizione Paoline.
Bohr, David (1990), Catholic Moral Tradition: In Christ, A New Creation, Hunington,
                     Indiana: Our Sunday Visitor Publishing Division.
Chang, William (2002), Menggali Butir Butir Keutamaan, Jogyakarta: Kanisius.
Cozzoli, Mouro (1991), Etica Teologale: Fede, Carita, Speranza, Milano: Edizione
                     Paoline.
Pazhayampallil, Thomas (1984), Pastoral Guide: Moral-Canonical-Liturgical, Vol.1,
                     Bangalore: KJC Publications.
Peschke, Heinz K. (2003) terj, Etika Kristiani, Jilid I, Maumere: Ledalero.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar