MODUL 2
SYARAT FUNDAMENTAL UNTUK KEUTAMAAN
DAN JENIS-JENIS KEUTAMAAN
Dr. Dominkus Nong, Pr
PENDAHULUAN
Keutamaan atau kebajikan,
sebagaimana anda sudah pelajari dalam modul 1, tidak secara otomatis
bertumbuh-kembang dalam diri manusia sampai menjadi kualitas psikis dari
manusia yang mempribadi dalam diri manusia sebagai bagian hakiki dari karakter
manusia. Kebajikan dalam berbagai jenisnya perlu dengan sengaja ditumbuh-kembangkan
oleh manusia sampai menjadi kebiasaan atau habitus
pribadi manusia. Untuk itu dibutuhkan beberapa syarat fundamental yang mesti
dipenuhi oleh setiap orang. Modul 2 ini akan memperlihatkan kepada anda 3
syarat fundamental sebagai conditio sine
qua non yang memungkinkan perkembangan berbagai keutamaan dalam diri
manusia dan juga bagaimana keutamaan diklasifikasikan.
Setelah mempelajari modul 2
ini, anda diharapkan mampu menjelaskan secara baik dan benar hal-hal beriku :
- Tiga syarat fundamental untuk kebajikan
- pembedaan keutamaan sesuai dengan jenisnya.
Supaya anda dapat dengan mudah mencapai tujuan di
atas, modul 2 ini akan dikelola dalam 2 kegiatan belajar berikut ini
- Kegiatan Belajar 1 : Syarat Fundamental untuk Kebajikan.
- Kegiatan Belajar 2 : Jenis-jenis Kebajikan.
Untuk keberhasilan anda dalam mempelajari modul 2
ini, ikutilah semua petunjuk dengan cermat. Bacalah uraian beberapa kali,
kerjakan latihan secara teratur dan bacalah rangkuman anda mengerjakan test
formatif. Jika anda sungguh disiplin dalam mempelajari Modul 1 ini, anda pasti
berhasil dan mampu menjadi mahasiswa yang mandiri.
Selamat belajar! Tuhan memberkati.
K E G I A T A N B E L A J A R 1
Syarat
Fundamental Untuk Kebajkan
Anda tentu tahu apa artinya
syarat fundamental. Syarat fundamental hendaknya kita pahami sebagai suatu
ketentuan dasar atau sebagai suatu kondisi
mutlak (conditio sine qua non)
yang harus ada dan harus dipenuhi agar apa yang diinginkan dapat tercapai
dengan baik. Demikian juga halnya dengan keutamaan atau kebajikan yang mau
ditumbuh-kembangkan dalam diri manusia. Ada ketentuan atau kondisi mutlak yang
harus ada dan harus dipenuhi oleh setiap manusia supaya kebajikan-kebajikan
dapat dengan mudah berkembang sampai menjadi sikap-sikap pribadi manusia dan
menjadi kekuatan batin yang mampu mendorong manusia untuk melakukan perbuatan
baik secara moral.
Kegiatan Belajar 1 ini akan
menguraikan 3 syarat fundamental untuk kebajikan, yaitu:
- Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan.
- Cinta akan nilai moral.
- Pengendalian diri atau penguasaan hawa nafsu.
Setelah mnyelesaikan kegiatan
belajar 1 ini, anda diharapkan mampu menjelaskan dengan baik dan benar
masing-masing syarat fundamental tersebut dan mampu pula menunjukkan
contoh-contoh konkrit. Sekarang, ikutilah uraian dari masing-masing syarat!
1. PENGETAHUAN AKAN NILAI MORAL DAN KEBIJAKSANAAN.
Ada suatu pengandaian yang
perlu anda camkan dengan baik, yaitu : seorang manusia tidak dapat membuat
suatu keputusan atau tidak dapat melakukan suatu tindakan melampaui
pengetahuan. Manusia hanya bisa memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu
sebatas pengetahuan. Demikian juga halnya dengan kebajikan. Seorang manusia
tidak akan dapat mengembangkan kebajikan di dalam dirinya, jika ia tidak
memiliki sedikit pengetahuan moral nilai moral. Suatu keputusan moral atau
suatu tindakan moral selalu mengandaikan adanya pengetahuan akan nilai moral
yang mau diwujudkan melalui keputusan atau tindakan moral tersebut. Pengandaian
tersebut mau mengungkapkan kepada anda tentang pentingnya pengetahuan akan
nilai moral sebagai syarat pertama/awal untuk penumbuh-kembangan kebajikan
dalam diri manusia. Seorang manusia akan dapat menumbuh-kembangkan secara baik
dan benar kejujuran, keadilan, kesetiaan, kesabaran, dsb., menjadi sikap-sikap
pribadinya apabila dia memiliki sedikit pengetahuan tentang nilai-nilai moral
tersebut. Walaupun secara moral perlu dicamkan bahwa setiap pelanggaran
terhadap kebajikan-kebajikan tersebut akibat ketidaktahuan bukan merupakan
kejahatan dalam arti yang sesungguhnya, karena ketika orang tidak memiliki
pengetahuan maka dia juga tidak memiliki tanggungjawab. Akan tetapi ketiadaan
pengetahuan tersebut harus dipandang sebagai suatu kekurangan serius yang patut
disesalkan dan sedapat mungkin harus disembuhkan.
Yang menjadi pertanyaan bagi
kita adalah: bagaimana pengetahuan akan nilai moral ini dapat dimiliki oleh
seorang anak manusia? Pengetahuan akan nilai moral hanya bisa diperoleh manusia
melalui pendidikan dan pembinaan yang harus terjadi sejak usia dini. Karena
manusia pada usia dini adalah manusia yang masih polos, lugu dan peka terhadap
setiap sentuhan (kata-kata dan contoh konkrit) yang membuat dia gampang
menerima dan menyerap apa yang didengar dan dilihat. Pendidikan dan pembinaan
nilai moral ini dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut.
1.1. Jalur
Keluarga.
Keluarga merupakan lembaga
pendidikan pertama dan utama. Orangtua, bapak dan mama, merupakan pendidik
pertama dan utama bagi anak-anak. Posisi dan peran orangtua ini tidak bisa
digantikan oleh siapapun, termasuk oleh nenek dan kakek sekalipun yang sangat
menyayangi cucu-cucu mereka. Anda dapat membayangkan bagaimana terlantarnya
pendidikan anak-anak yang ditinggalkan bapak dan mama. Orangtua dengan
perhatian dan kasih-sayang khas bapak dan mama memelihara dan mendidik
anak-anak mereka. Transfer pengetahuan akan nilai moral ke dalam diri anak-anak
dilakukan oleh orangtua terjadi secara spontan tanpa jadwal yang direncanakan
dari waktu ke waktu. Orangtua mentransfer pengetahuan akan nilai moral tersebut
melalui cara-cara sederhana dan melalui peristiwa-peristiwa hidup keluarga
setiap hari. Anak-anak menerima pengetahuan akan nilai moral melalui nasihat
dan teguran dari orangtua, juga melalui contoh dan teladan hidup nyata dari
orangtua. Kita menyebutkan banyak contoh dari pengalaman kita sendiri atau dari
apa yang kita saksikan dalam hidup keluarga.
1.2. Jalur
Sekolah.
Sekolah adalah lembaga
pendidikan formal dengan guru-guru sebagai pendidiknya. Sekolah dan guru-guru
tidak berfungsi menggantikan peran keluarga dan orangtua. Sekolah dan guru-guru
hanya berperan membantu keluarga dan orangtua untuk lebih melengkapi anak-anak
dengan berbagai ilmu pengetahuan, termasuk pengetahuan akan nilai-nilai moral.
Sekolah dengan program pendidikan yang diatur secara sistematis-metodik mesti
menyiapkan waktu secukupnya untuk pembinaan nilai-nilai moral demi pembentukan
sikap-sikap bajik di dalam diri peserta diri. Kurangnya perhatian pada
pendidikan nilai moral di komunitas sekolah akan berdampak signifikan pada
kurangnya kehalusan budi dan kelembutan hati pada siswa-siswi. Di sini, dalam
arti tertentu, kita dapat menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini: mengapa
sekarang di sekolah-sekolah sering dengan mudah terjadi kekerasan?
1.3. Jalur
Masyarakat.
Masyarakat merupakan
lingkungan hidup sosial di mana anak-anak bermain dan bergaul serta belajar
hidup bersama orang lain dari berbagai kalangan. Melalui pergaulan hidup
bermasyarakat dan peristiwa-peristiwa hidup sosial, anak-anak sebenarnya menerima
banyak pengetahuan praktis termasuk pengetahuan akan nilai-nilai moral sosial
(persaudaraan, persahabatan, kerukunan, toleransi, solidaritas). Karena
masyarakat adalah lumbung nilai-nilai moral sosial. Oleh karena itu masyarakat
yang kaya akan nilai moral akan membuat anak-anak menjadi kaya akan nilai,
tetapi sebaliknya juga masyarakat yang miskin akan nilai moral akan membuat
anak-anak miskin akan nilai moral.
1.4. Jalur
Gereja.
Gereja sebagai suatu
persekutuan hidup orang beriman juga merupakan suatu lembaga pendidikan dan
pembinaan keagamaan bagi anak-anak Allah. Gereja memiliki tanggungjawab untuk
mendidik dan memperkaya anak-anak Allah dengan nilai-nilai moral-religius
sehingga mereka benar-benar memiliki sikap-sikap hidup kristiani, terutama
dalam hal kebenaran, keadilan, damai sejahtera, iman, harapan dan cintakasih.
Tanggungjawab Gereja ini didasarkan pada tugas perutusan yang diberikan oleh
Yesus Kristus dan sekaligus sebagai partisipasi pada tugas perutusan Kristus
sendiri untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah dan menjadikan semua bangsa murid
Kristus. Atas dasar tugas perutusan inilah, Gereja kemudian meyakini dirinya
sebagai depositum fidei et rei moralis, deposito iman dan hal-hal
moral. Gereja bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara kebenaran iman dan
moral, mengembangkan iman dan moral sampai menghasilkan buah berlimpah, dan
menafsirkan kebenaran iman dan moral secara otentik melalui magisterium ecclesiae. Di sinilah anda
dapat menemukan dasar kuat bagi segala bentuk pembinaan dan pendamping pastoral
yang dilakukan oleh Gereja untuk memperkaya anak-anak Allah dengan nilai-nilai
moral-religius sejak usia dini.
Pengetahuan akan nilai-nilai
moral dapat membantu seorang manusia mengembangkan kebajikan-kebajikan di dalam
dirinya. Tetapi untuk perwujudan kebajikan-kebajikan dalam situasi
konkrit hidup sangat dibutuhkan Kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan suatu
kemampuan mental (akal budi) yang lahir dari pengetahuan yang benar dan
terutamaan pengertian benar akan nilai moral yang dimiliki oleh manusia.
Kebijaksanaan merupakan kemampuan untuk mengenal secara tepat tindakan yang
harus diambil dan mencermati sarana-sarana secara tepat serta mempertimbangkan
semua aspek yang perlu untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Kebijaksanaan membuat seorang manusia mampu mengembangkan secara baik
kebajikan-kebajikan dan mengamalkan secara tepat kebajikan-kebajiakan itu dalam
hidup nyata.
Dalam konteks keutamaan,
kebijaksanaan juga merupakan keutmaan kardinal. Artinya kebijaksanaan menjadi
keutamaan penghubung antara nilai moral dan kebajikan, antara keutamaan yang
satu dengan keutamaan yang lain, dan antara suatu keutamaan dengan tindakan
nyata sebagai perwujudan dari keutamaan tersebut. Karena itu kebijaksanaan juga
bersama dengan pengetahuan akan nilai moral menjadi syarat fundamental awal
untuk kebajikan.
2. CINTA AKAN NILAI MORAL
Perlu anda pahami bahwa pengetahuan
akan nilai moral merupakan sesuatu yang konseptual dan abstrak. Pengetahuan
akan nilai moral saja belum cukup untuk pengembangan kebajikan apalagi sampai
mempribadi dalam diri manusia. Karena pengetahuan dan pengertian bahwa
nilai-nilai moral itu baik dan berguna belum mampu membangkitkan gairah
personal untuk menghayati dan mewujudkan kebajikan.
Pengetahuan akan nilai moral
harus dilengkapi dengan cinta akan nilai moral. Pengetahuan abstrak akan nilai
moral harus diresapkan sedemikian rupa ke dalam batin manusia menjadi
pengetahuan eksistensiil, supaya dapat dirasakan secara mendalam dan dikasihi
secara sungguh-sungguh apabila kita mau mengembangkan kebajikan sampai menjadi
sikap pribadi di dalam diri kita. Cinta akan nilai moral menjadi syarat mutlak
untuk kebajikan yang melengkapi dan sungguh memberi daya pada nilai moral yang
sudah diketahui manusia. Cinta yang aktif terhadap nilai moral lebih menentukan
pertumbuh-kembangan kebajikan daripada pemahaman yang jelas akan kebaikan dan
manfaat dari nilai moral. Sebagai contoh: seorang petani sederhana dengan
kemampuan pemahaman yang sederhana, namun memiliki cinta yang mendalam terhadap
nilai moral (cinta akan etos kerja), terhadap Allah dan kebaikanNya, bahkan
memiliki kebajikan kekudusan. Karena pengetahuan teoretis yang lengkap tentang
nilai moral belum tentu menjamin kehidupan pribadi penuh kebajikan.
Cinta akan nilai moral tidak
tumbuh secara otomatis dalam diri manusia. Cinta akan nilai moral harus
diusahakan oleh manusia. Bagaimana caranya manusia dapat memiliki cinta akan
nilai moral? Uraian berikut ini akan membantu anda memahami cara-cara yang
dapat dipakai untuk menanamkan cinta akan nilai moral di dalam diri.
2.1. Pendalaman
akan nilai moral dan pelaksanaan setia dari pilihan eksistensiil yang benar.
Nilai moral yang ada sebagai
pengetahuan abstrak-teoretis perlu direnungkan dan didalami terus-menerus oleh
manusia melalui refleksi dan konfrontasi dengan diri sendiri. Dengan demikian
nilai moral itu dapat meresap ke dalam batin manusia dan terintegrasi dengan
seluruh pribadi manusia. Karena semakin nilai moral didalami akan semakin
dirasakan makna dan manfaatnya bagi diri. Hal itu akan membangkitkan gairah
pribadi untuk mencintai dan memiliki nilai moral tersebut. Gairah pribadi
mencintai nilai moral juga dapat dimiliki oleh manusia apabila manusia dengan
tekun dan setia mewujudkan pilihan eksistensiil yang benar. Tentang pilihan
eksistensiil ini sudah anda pelajari dalam modul 1 kegiatan belajar 2 mengenai
pilihan dasar (optio fundamentalis) dan
pilihan khusus (optio particuaris)
dari manusia yang memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai moral yang menyata
dalam sikap bajik manusia. Manusia yang dengan setia mengarahkan dirinya kepada
tujuan hidup “menjadi manusia yang baik” dan dengan tekun berjuang
mewujudkannya melalui panggilan-panggilan khusus akan semakin berkembang dalam
cinta akan nilai moral.
2.2. Pengalaman
nyata akan keindahan.
Dalam hidup manusia sering
mengalami hal-hal yang indah dan mempesona, baik dalam pribadi manusia maupun dalam
alam lingkungan hidup (pemandangan alam yang indah, bunga mawar yang indah).
Keindahan lahiriah yang mempesona selalu membuat manusia tertarik untuk
mendekati, menyentuh, merasakan dan bahkan memiliki. Walaupun keindahan
lahiriah bukan merupakan nilai moral, tetapi manusia dapat menemukan dan
mengalami di balik keindahan itu nilai-nilai moral dan belajar mencintainya.
Dari ketertarikan akan keindahan lahiriah manusia dapat menemukan dan mengalami
indahnya nilai moral di dalam diri manusia. Dari pengalaman akan keindahan
superfisial manusia bisa sampai pada keindahan yang sejati (inner beauty) yang ada di dalam batin
manusia dan bahkan di dalam Allah sendiri. Pengalaman tersebut akan
menggerakkan manusia untuk lebih mencintai nilai moral dan menghayatinya
sebagai sikap pribadinya serta mewujudkannya dalam perbuatan baik. Walaupun
demikian, kita mesti tetap berhati-hati terhadap setiap pengalaman akan
keindahan lahiriah. Karena tidak semua yang nampaknya indah itu baik, tetapi
semua yang baik pasti indah.
2.3. Identifikasi
diri dengan pribadi ideal.
Manusia yang hidup akan selalu
berusaha menemukan jati dirinya. Secara khusus pada usia kanak-kanak dan
remaja, manusia berusaha menemukan jati dirinya melalui identifikasi diri
dengan pribadi-pribadi ideal yang dipandang memiliki kelebihan dan keistimewaan
pribadi, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Ada banyak tokoh ideal
yang dapat dijumpai melalui literatur, teater, film, olahraga, dsb.
Ketertarikan dan keterpesonaan akan tokoh ideal tersebut mampu membuat
seseorang terobsesi dan berusaha meniru untuk menyerupai pribadi dimaksud dalam
penampilan lahiriah, gaya bicara, gaya hidup dan sikap pribadi. Akan tetapi
tidak banyak orang dapat dijadikan sebagai tokoh ideal secara moral. Bagi kita
orang kristiani hanya ada satu pribadi yang dapat dijadikan tokoh ideal sejati,
yaitu Yesus Kristus. Karena Yesus Kristus adalah manusia yang sempurna secara
moral. Dia adalah manusia yang tidak berdosa. Di dalam pribadi Kristus ada
keutuhan cinta akan nilai-nilai moral yang mewujud dalam sikap-sikap pribadiNya
dan terungkap secara nyata dalam perbuatan-perbuatanNya di hadapan Allah dan
manusia. Yesus Kristus tidak hanya mengajarkan nilai-nilai moral, melainkan
terutama Dia hayati dan amalkan secara sempurna dengan mengorbankan diri dan
menyerahkan nyawaNya demi ketaatanNya kepada kehendak Bapa dan demi cintaNya
kepada para sahabatNya. Yesus Kristus inilah yang memanggil manusia untuk
mengikuti diriNya, “mari, ikutlah Aku!” dan mengajar sekaligus mengajak manusia
untuk dengan tekun melaksanakan firman Tuhan demi mencapai kebaikan sejati dan
kekudusan hidup. Setiap orang kristen memiliki kewajiban moril untuk dengan
setia mengikuti pribadi Kristus dan meniru teladan hidupNya sampai menjadi
tiruan Kristus (imitatio Christi).
Dengan demikian setiap orang kristen akan semakin mencintai nilai moral,
menghayatinya dan mengamalkannya dalam hidup.
3. PENGENDALIAN DIRI ATAU PENGUASAAN HAWA NAFSU.
Dari penjelasan di atas, anda
sudah bisa melihat dan memahami bahwa pengetahuan dan cinta akan nilai moral
tentu menjadi syarat mutlak untuk pengembangan kebajikan dalam diri manusia.
Namun pengembangan kebajikan dan perwujudannya dalam tindakan manusia dapat
terhalang oleh hawa nafsu yang tidak cukup terkontrol. Bahkan hawa nafsu tersebut
dapat menghimpit dan mematikan sikap-sikap bajik yang lahir dari nilai-nilai
moral. Karena itu kebajikan selalu mengandaikan penguasaan atas hawa nafsu.
Setiap orang dalam dirinya
memiliki hawa nafsu (nafsu hidup, nafsu makan, nafsu seksual, nafsu kuasa,
nafsu harta, dsb). Anda sendiri juga mengetahui dan mengalami bagaimana hawa
nafsu itu bergejolak di dalam diri. Kita pun dapat bertanya: apa sebenarnya
hawa nafsu dan mengapa hawa nafsu harus dikendalikan? Hawa nafsu pada
hakekatnya merupakan suatu inklinasi atau kecenderungan kodrati dalam diri
manusia yang muncul dalam bentuk keinginan-keinginan naluriah yang berdaya
besar mempengaruhi manusia dan mendorong manusia untuk mewujudkannya. Hawa
nafsu ada dalam diri manusia sebagai sesuatu yang wajar, yang membuat manusia
bisa bergairah dan bersemangat untuk hidup dan melakukan berbagai hal. Manusia
tidak bisa hidup tanpa hawa nafsu. Walaupun demikian, perlu diingat bahwa hawa
nafsu sering bekerja dalam diri manusia secara instinktif dan mampu mempengaruhi
kesadaran manusia sedemikian rupa hingga mewujudkannya melampaui batas-batas
kewajaran. Tidak jarang terjadi bahwa manusia bisa dikuasai oleh hawa nafsu dan
bertindak seturut hawa nafsunya saja. Dan kalau demikian, manusia akan merusak
kebaikan dan mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Nafsu
makan yang berlebihan akan mendorong manusia untuk makan juga jata orang lain;
nafsu kuasa yang berlebihan akan mendorong manusia untuk bertindak
sewenang-wenang; nafsu seksual yang berlebihan akan membuat orang menjadi sex
maniak. Karena itu hawa nafsu perlu dikendalikan oleh pikiran yang jernih dan
hati nurani yang murni supaya perwujudan hawa nafsu selalu terjadi pada
batas-batas yang wajar.
Pengendalian diri atau
penguasaan hawa nafsu adalah hal yang mutlak perlu dalam mengembangkan
kebajikan dan mewujudkan kebajikan dalam perbuatan baik. Akan tetapi bagaimana
caranya manusia dapat menguasai hawa nafsunya? Penguasaan atas hawa nafsu pada
prinsipnya dapat diperoleh manusia melalui latihan berulang-ulang dan
perjuangan terus-menerus mengendalikan dorongan nafsu dalam diri sendiri. Untuk
itu dibutuhkan pendidikan yang harus dimulai sejak usia dini. Di sini menjadi
sangat penting peranan orangtua mengajar anak-anak dalam hal pengendalian diri.
Orangtua perlu memberi contoh dan teladan penguasaan hawa nafsu kepada
anak-anak mereka, apabila orangtua hidup hemat dan sederhana, sopan dan tahu
berterimakasih, adil dan solider, rendah hati dan taqwa. Orangtua perlu
memilah-milah dengan baik keinginan-keinginan anak-anak dan tidak harus
meladeni setiap keinginan anak-anak mereka. Dari orangtua anak-anak dapat belajar
dan melatih diri untuk mengekang hawa nafsu dan membatasi pemenuhan berbagai
keinginan mereka. Dengan demikian anak-anak akan lebih mudah bertumbuh dalam
sikap bajik dan boleh memiliki kebiasaan hemat dan sederhana, sopan dan tahu
berterimakasih, adil dan solider, rendah hati dan taqwa, dsb.
LATIHAN
Setelah
anda membaca dan mempelajari dengan sungguh-sungguh materi di atas, sekarang
anda mendapat tugas untuk mengerjakan soal-soal latihan berikut ini. Tapi
sebelum mengerjakannya, bacalah dengan teliti pertanyaan- pertanyaan atau
suruhan-suruhan yang diberikan.
- Jelaskan secara singkat dan padat tentang pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan sebagai syarat fundamental untuk kebajikan!
- Jelaskan secara singkat dan padat tentang cinta akan nilai moral sebagai syarat fundamental untuk kebajikan!
- Jelaskan secara singkat dan padat tentang pengendalian diri atau penguasaan hawa nafsu sebagai syarat fundamental untuk kebajikan!
RANGKUMAN
Dari apa yang sudah pelajari dalam kegiatan
belajar 1 ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting berkenaan dengan
syarat fundamental untuk kebajikan. Pengembangan kebajikan dalam diri seorang
manusia hanya mungkin terjadi dengan baik apabila terpenuhinya tiga syarat
fundamental di dalam diri manusia, yaitu: pengetahuan akan nilai moral dan
kebijaksanaan, cinta akan nilai moral, dan pengendalian atau penguasaan hawa
nafsu.
Pengetahuan akan nilai moral
dan kebijaksanaan menjadi syarat pertama/awal yang harus dipenuhi walaupun
secara minimal. Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan hanya bisa
didapatkan seorang manusia melalui pendidikan dan pembinaan sejak usia dini melalui
jalur keluarga, sekolah, masyarakat dan Gereja. Dari semua jalur tersebut, kita
harus menempatkan pendidikan keluarga sebagai jalur pertama dan utama yang
tidak mungkin bisa digantikan oleh jalur-jalur lain. Ketiga jalur lainnya hanya
berfungsi sebagai bantuan yang melengkapi dan memperkaya apa yang sudah terjadi
melalui jalur keluarga melalui jalur-jalur ini anak-anak menimbah pengetahuan
akan nilai moral dan belajar menjadi bijaksana dalam hidup.
Cinta akan nilai moral
merupakan syarat fundamental berikutnya yang jauh jauh lebih penting daripada
syarat pertama. Cinta akan nilai moral akan membuat pengetahuan yang
abstrak-teoretis menjadi pengetahuan yang eksistensiil dan integral di dalam
diri seorang manusia sehingga nilai moral sunguh dapat dirasakan sebagai hal
yang benar-benar baik dan berdaya menggairahkan seluruh diri manusia dalam
mengembangkan kebajikan sampai menjadi sikap pribadi seorang manusia. Cinta
akan nilai moral hanya bisa dimiliki oleh manusia apabila manusia sering
mendalami nilai moral dan mewujudkan dengan tekun dan setia pilihan
eksistensiilnya, mengalami keindahan dan menemukan nilai moral sebagai inner beauty di balik keindahan
lahiriah, dan mengindentifikasikan diri dengan pribadi ideal (terutama dengan
pribadi Kristus sebagai tokoh moral paling ideal yang patut diteladani dan
ditiru).
Pengendalian atau penguasaan
hawa nafsu menjadi syarat mutlak ketiga yang amat diperlukan apabila manusia
mau sungguh-sungguh berkembang dalam kebajikan dan teristimewa apabila manusia
mau menghayati dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya kebajikan dalam
perbuatan-perbuatan baik. Pengendalian atau penguasaan hawa nafsu tidak dapat
dimiliki secara otomatis oleh seorang manusia, tetapi harus dengan sengaja
diusahakan melalui pendidikan dan latihan yang terus-menerus sejak usia dini. Dalam
hal ini orangtua memainkan peranan teramat penting terutama dengan memberi
contoh konkrit berkenaan dengan pengendalian/penguasaan hawa nafsu.
Ketiga syarat fundamental
tersebut tidak bisa dilepas-pisahkan satu dari yang lain. Ketiga-tiganya harus
ada bersama-sama di dalam diri manusia, saling mendukung dan melengkapi satu
sama lain sebagai conditio sine qua non bagi
pengembangan, penghayatan dan pengamalan kebajikan.
TES FORMATIF 1
Dengan
mempelajari materi yang disajikan di atas dan membaca rangkumannya secara
cermat, sekarang anda dipersilahkan mengerjakan soal-soal tes formatif dengan
maksud untuk mengetahui tingkat penguasaan anda atas materi yang sudah
dipelajari. Namun, sebelum anda mengerjakannya, bacalah dengan teliti
pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan yang diberikan.
Buatlah lingkaran pada jawaban yang anda
pandang sebagai jawaban yang paling benar!
- Ada tiga syarat dasariah yang mutlak perlu untuk penumbuh-kembangan kebajikan dalam diri manusia. Inilah tiga syarat itu, kecuali:
A. Penguasaan hawa nafsu
B. Pengetahuan akan nilai moral dan kebijaksanaan
C. Penguasaan hati nurani
D. Cinta akan nilai moral
- Pengetahuan akan nilai moral hanya bisa diperoleh melalui:
A. Kesadaran dan tanggungjawab moral sejak dini
B. Pembelajaran teologi moral sejak dini
C. Pendidikan dan Pembinaan nilai moral sejak dini
D. Pendampingan pastoral kategorial
- Berikut ini adalah mereka yang bukan pendidik pertama dan utama, kecuali:
A. Guru kepala dan guru kelas
B. Orangtua
C. Pastor Paroki dan Katekis
D. Wali kelas dan guru BK
- Gereja memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan nilai moral, karena:
A. Gereja sebagai depositum fidei et rei mortulis
B. Gereja sebagai depositum fidelis et rei moralis
C. Gereja sebagai depositum fidei et rei mortalis
D. Gereja sebagai depositum fidei et rei moralis
- Cinta akan nilai moral hanya mungkin diperoleh manusia melalui cara-cara berikut, kecuali:
A. Pendalaman akan nilai moral
B. Penanaman dan pengembangan nilai moral
C. Pengalaman aka keindahan
D. Identifikasi diri dengan pribadi ideal
- Yesus Kristus adalah tokoh yang paling layak diteladani oleh orang Kristen dalam mencintai nilai moral, karena:
A. Yesus Kristus mengajarkan moral cintakasih
B. Yesus Kristus telah mati dan bangkit
C. Yesus Kristus taat penuh kepada kehendak Allah
Bapa
D. Yesus adalah pribadi yang sempurna secara moral
- Pengendalian diri Nampak nyata dalam hal-hal berikut, kecuali:
A. Tidak cepat marah walaupun sedang emosi
B. Makan dari hasil keringat sendiri
C. Melampiaskan emosi karena membuat hati lega
D. Tidak minum alkohol sampai mabuk
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif
yang terdpat di akhir modul ini. hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap
materi kegiatan belajar tersebut.
Rumus :
TP = JJB x 100%
JTF
Keterangan :
1.
JJB
= Jumlah jawaban Anda yang benar
2.
JTF
= Jumlah soal Tes Formatif
3.
TP
= Tingkat Penguasaan
Arti tingkat penguasaan
yang Anda capai :
·
90%
- 100% = baik sekali
·
80%
- 89% = baik
·
70%
- 79% = cukup
·
-
60% = kurang
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan
Belajar berikut. Bagus! Tetapi jika nilai Anda di bawah 80% Anda harus
mengulangi kembali kegiatan belajar 1 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
K E G I A T A N B E L A JA R 2
Jenis-Jenis
Kebajikan
Anda tentu bisa membuat daftar
panjang dari kebajikan-kebajikan yang anda kenal, baik dari diri anda sendiri
maupun dari orang lain. Dari sekian banyak kebajikan yang anda tahu, sebenarnya
hanya ada satu kebajikan dasar/utama yang merangkum semua kebajikan lain. Akan tetapi
karena setiap kebajikan memiliki kekhasan sendiri yang bersumber pada obyeknya,
maka kebajikan-kebajikan itu perlu dibeda-bedakan dan dibuat klasifikasinya.
Kegiatan Belajar 2 ini akan menguraikan dua hal berikut :
- Cinta sebagai Kebajikan Dasar/Utama
- Jenis-Jenis Kebajikan
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar 2 ini, anda
diharapkan mampu menjelaskan kebajikan cinta sebagai kebajikan dasar/utama yang
merangkum semua kebajikan lain dan mampu pula mengidentifikasi
kebajikan-kebajikan secara benar sesuai dengan klasifikasinya.
1. CINTAKASIH SEBAGAI KEBAJIKAN DASAR
Anda mungkin sudah mengetahui
berbagai macam sistem etika yang dianut oleh bangsa-bangsa dan agama-agama. Ada
suatu kesamaan yang dimiliki oleh semua sistem etika, yaitu pengakuan akan
adanya satu kebajikan sebagai kebajikan dasar atau kebajikan utama yang
merangkum semua kebajikan lainnya. Barangsiapa memiliki kebajikan dasar
tersebut secara sempurna sudah pasti memiliki juga kebajikan-kebajikan yang
lain.
Ada beberapa pendapat yang
berbeda.Filsuf Yunani kuno, Socrates, mengatakan bahwa pengetahuan atau
kebijaksanaan adalah kebajikan utama. Sementara Aristoteles melihat kecerdikan
sebagai kebajikan utama. St. Agustinus mengajarkan bahwa cinta kepada Allah adalah
ratu segala kebajikan. St. Thomas Aquinas
menempatkan kebijaksanaan sebagai puncak dari keutamaan kodrati, dan
cinta sebagai mahkota dari kebajikan teologal. Lain lagi dengan Imanuel Kant
yang memandang cita rasa kewajiban universal sebagai sikap moral paling
fundamental.
Bagaimana pandangan etika
kristiani? Sistem etika kristiani, berdasarkan Kitab Suci dan ajaran para
pujangga Gereja, selalu memberi tempat penting
dan terhormat bagi keutamaan Kebijaksanaan sebagai kebajikan kardinal. Walau
demikian, keutamaan kebijaksanaan tidak pernah dipandang sebagai kebajikan
dasar. Etika kristiani justru sangat menekankan dan selalu menggarisbawahi cintakasih atau caritas sebagai kebajikan fundamental dan universal yang di
dalamnya terangkum semua kebajikan lainnya.
Cinta sebagai kebajikan
dasar/fundamental dengan sangat jelas diajarkan oleh Yesus Kristus, bahkan
ditegaskanNya sebagai perintah utama bagi semua orang, teristimewa bagi para
pengikutNya. Yesus secara eksplisit mengungkapkan bahwa perintah cinta ini
merangkum seluruh hukum taurat dan kitab para Nabi (Bdk. Mat 22: 34 – 40 dan
Yoh 13:34-35). St. Paulus menyebut kasih sebagai kebajikan paling besar dan
merincinya dalam berbagai kebajikan sebagai perwujudan kasih (Bdk. 1Kor 13).
Sementara Konsili Vatikan II menegaskan kembali ajaran alkitabiah ini dalan
konstitusi dogmatis Lumen Gentium: “karunia
yang pertama dan paling perlu yakni cintakasih, yang membuat kita mencintai
Allah melampaui segalanya dan mengasihi sesama demi Dia” (LG 42).
Berdasarkan ajaran alkitabiah
dan ajaran Gereja di atas, dapat dikatakan bahwa sistem etika kristiani
terfokus pada satu nilai utama dan satu
kebajikan dasar yang sama, yaitu cintakasih. Cintakasih sebagai kebajikan
fundamental, di satu sisi mencakup semua kebajikan lain, tapi juga serentak
pada sisi lain memberi tempat yang wajar
.bagi semua kebajikan lain dalam diri pribadi manusia. Dengan memberi prioritas
pada kebajikan cintakasih, etika kristiani sebenarnya mau menghindarkan manusia
dari kecenderungan untuk membuat penekanan yang berat sebelah terhadap satu
atau beberapa kebajikan saja dan mengabaikan kebajikan-kebajikan lainnya.
Misalnya penekanan berlebihan pada kebajikan ketaatan sampai terjadi ketaatan
buta; atau penekanan berlebihan pada keadilan sampai terjadi fanatisme keadilan
(menuntut hak secara berlebihan). Etika kristiani selanjutnya ingin menegaskan
kepada kita bahwa semua kebajikan lain sesungguhnya bersumber dan sekaligus
bermuara pada cintakasih demi kemuliaan Allah dan keselamatan semua manusia.
Kebajikan cintakasih dapat
menjadi sempurna di dalam diri seorang manusia hanya apabila di dalam diri
manusia yang sama terdapat kelengkapan semua kebajikan lain. Kasih menjadi
sempurna di dalam diri seseorang tidak hanya oleh ketaatan dan keadilan saja,
tetapi juga oleh kejujuran, ketulusan, kemurnian, kesabaran, ketabahan,
ketekunan, kerendahan hati, kerukunan, kedamaian, belaskasih, dsb. Kesempurnaan
kebajikan kasih bukanlah sebuah mimpi hampa (utopia) bagi setiap manusia. Karena Yesus Kristus sendiri sebagai
manusia sudah membuktikannya secara nyata dalam seluruh hidupNya, terutama
dengan tindakanNya yang terakhir “mengorbankan diri dan menyerah nyawa demi
cintaNya kepada Allah dan manusia”. Setiap manusia yang benar-benar meneladani
Kristus pasti akan bisa memiliki dan mewujudkan kebajikan cintakasih secara
sempurna. Walaupun demikian, harus tetap kita sadari kenyataan ini, yaitu
sering manusia gagal dalam upaya memiliki dan mewujudkan kebajikan kasih secara
sempurna oleh karena kelemahan dan keterbatasan manusiawi dalam beberapa aspek
pribadi manusia, baik fisik maupun psikis. Banyak contoh dapat kita angkat dari
pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain, terutama ketika kita gagal
mengendalikan hawa nafsu yang terus bergejolak di dalam diri kita. Karena
begitu kuatnya dorongan hawa nafsu dalam diri, maka kita sering tidak terfokus
benar-benar pada perwujudan pilihan eksistensiil kita (pilihan dasar dan
pilihan khusus), malah sebaliknya kita lebih terarah pada sikap dan tindakan
yang bertentangan dengan kebajikan kasih dan kebajikan-kebajikan lainnya. Tidak
jarang kita tergoda untuk memanfaatkan kebajikan-kebajikan hanya sebagai sarana
untuk mencapai tujuan-tujuan egoistis yang berkaitan dengan kenikmatan
badaniah, kekuasaan dan kekayaan serta popularitas diri.
2. JENIS-JENIS KEBAJIKAN.
Anda baru saja mempelajari
cintakasih sebagai satu kebajikan dasar yang menjadi sumber dan muara bagi
semua kebajikan lainya. Hal ini sebenarnya mau menunjukkan kepada anda bahwa
dalam diri manusia ada banyak kebajikan. Dan di antara kebajikan-kebajikan itu
ada kaitan erat satu sama lain dan bahkan semuanya menyatu dalam kebajikan
cintakasih. Adanya banyak kebajikan itu dikarenakan oleh kekhasan pada asal dan
obyek dari masing-masing kebajikan. Akan tetapi sekian banyak kebajikan ini
sesungguhnya dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok besar menurut asal dan
obyek dari kebajikan. Selanjutnya kita akan membahas secara rinci pengelompokan
kebajikan tersebut.
2.1. Pembagian kebajikan menurut asalnya.
Menurut asal atau sumbernya,
kebajikan-kebajikan digolongkan dalam 2 jenis, yaitu : kebajikan kodrati dan
kebajikan adikodrati.
Kebajikan kodrati
adalah semua kebajikan yang diperoleh manusia dari usaha dan aktivitas hidupnya
sebagai manusia dalam relasi atau interaksi dengan diri sendiri, sesama dan
lingkungan hidupnya.
Kebajikan adikodrati
adalah semua kebajikan yang diperoleh manusia bukan dari usaha dan aktivitas
pribadinya melainkan dari anugerah yang diberikan oleh Allah. Kebajikan
adikodrati bukanlah hasil perjuangan manusia, melainkan suatu pemberian atau
anugerah cuma-cuma dari Allah untuk manusia.
2.2. Pembagian
kebajikan menurut obyeknya.
Kebajikan menurut obyeknya
sebenarnya berkaitan erat pembagian kebajikan menurut asalnya. Berdasarkan
obyeknya kebajikan dibagi dalam 2 jenis, yaitu : kebajikan moral dan kebajikan
teologal.
Kebajikan moral
adalah semua kebajikan kodrati yang obyek langsungnya ialah manusia dan
lingkungan hidupnya. Kebajikan moral dalam realitasnya berkaitan dengan
kebiasaan mental dan kebiasaan batin. Kebajikan yang berhubungan dengan
kebiasaan mental sering dinamakan kebajikan intelektuil, seperti kecerdasan dan
kebijaksanaan. Sedangkan kebajikan yang berhubungan dengan kebiasaan batin
dinamakan kebajikan moral, seperti keadilan, kejujuran, ketataan, kesetiaan, kerendahan
hati, kemurahan hati, ketulusan, kemurnian, belaskasih, dsb. Antara kebajikan
moral dan kebajikan intelektuil ada hubungan yang erat. Perwujudan setiap
kebajikan moral secara baik dan benar selalu membutuhkan kebajikan intelektuil.
Misalnya: kebajikan keadilan akan diwujudkan dengan baik dan benar oleh seorang
manusia terhadap sesama dan lingkungan hidupnya apabila dia sungguh memiliki
kebajikan kebijkasanaan.
Kebajikan teologal
adalah semua kebajikan adikodrati yang obyek langsungnya ialah Allah sendiri
dan bukan manusia. Disebut kebajikan teologal karena Allah sebagai obyek
langsungnya, dicurahkan oleh Allah dan dikenal hanya melalui revelasi ilahi.
Kebajikan teologal merupakan landasan bagi aktivitas moral kristiani, menjiwai
dan memberi kharakter khusus pada tindakan moral kristiani. Kebajikan teologal
meneguhkan dan memberi daya hidup pada kebajikan-kebajikan moral. Kebajikan
teologal dicurahkan ke dalam jiwa manusia untuk memampukan mereka bertindak
sebagai anak-anak Allah dan memperoleh hidup abadi. Ada tiga kebajikan teologal,
yaitu: iman, harap dan kasih.
LATIHAN
Setelah
anda membaca dan mempelajari dengan sungguh-sungguh materi di atas, sekarang
anda mendapat tugas untuk mengerjakan soal-soal latihan berikut ini. Tapi
sebelum mengerjakannya, bacalah dengan teliti pertanyaan- pertanyaan atau
suruhan-suruhan yang diberikan.
- Jelaskan secara singkat dan padat tentang cintakasih sebagai kebajikan dasar!
- Jelaskan secara singkat dan padat tentang pembagian kebajikan menurut asal atau sumbernya!
- Jelaskan secara singkat dan padat tentan kebajikan menurut obyeknya!
RANGKUMAN
Dari penjelasan di atas, kita
dapat menyimpulkan beberapa hal penting sehubungan dengan pembagian kebajikan.
Pertama, ada banyak kebajikan
yang dapat dikembangkan dan dimiliki oleh setiap manusia sebagai kebiasaan dan
kekuatan pribadi manusia untuk bisa bertindak baik dan benar secara moral. Di
antara sekian banyak kebajikan, ada satu kebajikan dasar yang merangkum semua
kebajikan lain, yaitu : kebajikan cintakasih. Jika seorang manusia memiliki
cintakasih secara sempurna, maka dia juga memiliki semua kebajikan lainnya.
Kebajikan-kebajikan lain adalah cerminan dan perwujudan konkrit dari kebajikan cintakasih.
Kedua, sekian banyak kebajikan
yang dapat dimiliki oleh manusia sebenarnya dapat diklasifikasikan ke dalam 2
kelompok besar kebajikan sesuai dengan asalnya dan obyeknya. Kelompok yang
satu, sesuai asalnya, disebut kebajikan kodrati karena dihasilkan dari usaha
dan aktivitas manusia, yang menurut obeyknya dinamakan kebajikan moral karena
obyek langsungnya pada manusia dan lingkungan hidupnya. Sedangkan kelompok yang
lain, sesuai asalnya disebut kebajikan adikodrati karena diperoleh dari
anugerah Allah, yang menurut obyeknya dinamakan kebajikan teologal karena obyek
langsungnya adalah Allah sendiri.
Ketiga, dengan memiliki kedua
jenis kebajikan tersebut sebenarnya kita sudah memiliki kekuatan
mental-batiniah yang memampukan kita untuk selalu bertindak baik dan benar
terhadap Allah, sesama dan lingkungan hidup kita.
TES FORMATIF
Dengan
mempelajari materi yang disajikan di atas dan membaca rangkumannya secara
cermat, sekarang anda dipersilahkan mengerjakan soal-soal tes formatif dengan
maksud untuk mengetahui tingkat penguasaan anda atas materi yang sudah
dipelajari. Namun, sebelum anda mengerjakannya, bacalah dengan teliti
pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan yang diberikan.
Buatlah lingkaran pada jawaban yang anda
pandang sebagai jawaban yang paling benar!
- Menurut Socrates, satu kebajikan yang paling utama dan mendasar adalah:
A. Cintakasih
B. Kebijaksanaan
C. Keadilan
D. Iman
- Menurut Aristoteles, satu kebajikan yang paling utama dan mendasar adalah:
A. Kepintaran
B. Kepandaian
C. Kebijaksanaan
D. Kecerdikan
- Menurut etika kristiani, cintakasih merupakan kebajikan yang paling utama, karena:
A. Cintakasih adalah perintah utama dari Yesus
Tuhan kita
B. Cintakasih tidak mengenal batas suku, bahasa
dan agama
C. Cintakasih merangkum semua kebajikan lain
D. Cintakasih adalah kebajikan teologal yang
paling besar
- Kebajikan kodrati adalah kebajikan yang diperoleh manusia dari:
A. Pendidikan nilai moral dalam keluarga da
sekolah
B. Aktivitas hidup manusia dalam relasinya dengan
sesama ciptaan
C. Program kerja yang mantap
D. Iman yang teguh akan Allah.
- Yang tidak termasuk dalam kebajikan moral adalah:
A. Kesalehan
B. Pengharapan
C. Kejujuran
D. Kesetiaan
- Kebajikan adikodrati adalah kebajikan yang diperoleh manusia dari:
A. Anugerah rahmat Allah
B. Cintakasih yang sempurna kepada Allah
C. Kesetiaan manusia kepada Allah
D. Ketaatan kepada kehendak Allah
- Obyek paling pertama dan utama dari kebajikan teologal adalah
A. Perintah-perintah Allah
B. Allah
C. Allah dan sesama
D. Segala sesuatu
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif
yang terdpat di akhir modul ini. hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap
materi kegiatan belajar tersebut.
Rumus :
TP = JJB x 100%
JTF
Keterangan :
4.
JJB
= Jumlah jawaban Anda yang benar
5.
JTF
= Jumlah soal Tes Formatif
6.
TP
= Tingkat Penguasaan
Arti tingkat penguasaan
yang Anda capai :
·
90%
- 100% = baik sekali
·
80%
- 89% = baik
·
70%
- 79% = cukup
·
-
60% = kurang
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan
pada modul berikut. Bagus! Tetapi jika nilai Anda
di bawah 80% Anda harus mengulangi kembali kegiatan belajar 2 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
KUNCI
JAWABAN TES FORMATIF
Tes formatif 1 Tes formatif 2
1. C
1. B
2. C
2. D
3. B
3. C
4. D
4. B
5. B
5. B
6. D
6. A
7. C
7. B
DAFTAR
PUSTAKA
Aubert,
Jean-Marie (1991) terj, Compendio Morale
Cattolica, Milano: Edizione Paoline.
Bohr,
David (1990), Catholic Moral Tradition:
In Christ, A New Creation, Hunington,
Indiana: Our Sunday Visitor
Publishing Division.
Chang,
William (2002), Menggali Butir Butir
Keutamaan, Jogyakarta: Kanisius.
Cozzoli,
Mouro (1991), Etica Teologale: Fede,
Carita, Speranza, Milano: Edizione
Paoline.
Pazhayampallil,
Thomas (1984), Pastoral Guide:
Moral-Canonical-Liturgical, Vol.1,
Bangalore: KJC
Publications.
Peschke,
Heinz K. (2003) terj, Etika Kristiani,
Jilid I, Maumere: Ledalero.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar